PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Tidak dapat dipungkiri perempuan sebagai hamba Allah, ibu dari anak-anaknya, istri dari seorang suami,serta anak dari ayah-bundanya adalah bagian dari masyarakat sebagaimana halnya laki-laki. Keberadaan keduanya di tengah-tengah masyarakat tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena keduanya memiliki tanggung jawab mengantarkan kaum muslimin menjadi umat terbaik. Satu sisi memandang bahwa perempuan adalah sosok yang mencukupkan diri untuk beraktivitas dalam urusan dirinya, anak-anaknya, dan keluarganya tanpa memperhatikan apa yang terjadi di ling-kungan sekitarnya. Di sisi lain sebagian berpendapat bahwa justru perempuan harus be dan perempuan untuk hidup bersama dalam masyarakat. Keduanya diberi potensi yang sama untuk berkiprah dan berperan aktif di segala bidang, sama dengan laki-laki tanpa pengecualian.
Bagaimana Islam memandang? Allah telah menciptakan dua jenis manusia, laki-laki dan perempuan yang diberikan potensi yang sama, yaitu potensi akal dan potensi hidup (Naluri dan jasmani). Potensi-potensi inilah yang mendorong manusia untuk terjun ke kancah kehidupan. Keduanya diciptakan Allah untuk saling bekerjasama dalam menyelesaikan urusan dan permasalahan bersama di antara mereka, sebagaimana firman-Nya:”Orang-orang mu’min laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka memerintahkan kama’rufan dan mencegah kemunkaran”.(QS.At Taubah:71).
Sinergisme peran-peran perempuan
Allah SWT telah memberikan posisi dan peran yang beragam bagi laki-laki dan perempuan. Dari segi insaniyah, Allah telah memberikan peran dan posisi yang sama kepada laki-laki dan perempuan. Namun, ketika fungsi dan kedudukannya sedikit berbeda, Islam memberikan aturan yang berbeda kepada keduanya.
Sekalipun Islam telah menetapkan bahwa tugas utama perempuan adalah ummun wa rabbah al-bayt (ibu dan pengatur rumah tangga), tidak berarti seorang muslimah boleh meninggalkan peran-peran lainnya. Seorang Muslimah harus menyadari bahwa ketika Allah telah menetapkan peran-peran tersebut, maka dapat dipastikan bahwa perempuan manapun pada dasarnya akan mampu melaksanakan peran-peran tersebut, seperti yang Allah firmankan dalam Al Quran
Pada faktanya, ketika kaum muslimah berupaya maksimal untuk melaksanakan peran-perannya, mereka dihadapkan pada terjadinya benturan-benturan diantara peran-peran tersebut. Misalnya,ketika perempuan beraktivitas di sektor publik dia dihadapkan dengan sektor domestiknya. Bagaimana seharusnya mereka bersikap?
Islam sebagai Din yang diturunkan Allah Yang Maha Sempurna, menurunkan aturan yang sangat rinci. Islam telah meng ajarkan konsep awlawiyat yaitu prioritas pelaksanaan hukum Syariat. Konsep ini menunjukkan manusia dituntun untuk:
mendahulukan kewajiban daripada yang sunnah
mendahulukan yang sunnah daripada yang mubah
mendahulukan yang fardhu ‘ain daripada yang fardhu kifayah (jika ada benturan yang diprioritaskan yang lebih darurat menurut syari’at, bukan atas penilaian manusia semata),
Dengan demikian ada hal lain yang harus diperhatikan, bahwa dalam awlawiyat, seseorang dituntut untuk mendahulukan mengerjakan kewajiban yang satu baru kemudian kewajiban yang lain; bukan mengerjakan kewajiban yang satu dan meninggalkan kewajiban yang lain, karena pelaksanaan satu kewajiban bukan berarti melalaikan kewajiban yang lain. Misalnya, seorang muslimah dihadapkan kewajiban mengasuh anaknya, sementara pada waktu yang sama ia harus mengajarkan Islam kepada masyarakat selama beberapa jam. Pada saat itu ia tidak mendapatkan orang yang dapat dipercaya dan aman bagi perkembangan fisik, mental dan nilai agama anaknya; sementara ia menjadi tidak bisa memberikan pengajaran kalau membawa anaknya. Dalam posisi itu, ia harus memilih untuk tetap tinggal di rumah, dengan catatan ia harus mencari dan mendidik orang yang dapat dipercaya untuk mengasuh anaknya ketika ia harus keluar beberapa jam untuk melaksanakan kewajibannya dalam masyarakat.
Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa peran perempuan yang satu dengan lainnya dapat saling bersinergi apabila perempuan memahami kedudukannya yang hakiki dalam kehidupan, ia mampu menjalankan kewajiban-kewajibannya tanpa melalaikan peran yang lainnya.
Arah Pemberdayaan Perempuan dalam Perspektif Islam
Ketika membahas tentang pemberdayaan perempuan, kita tidak boleh memandang perempuan secara individual, artinya kita harus memandang perempuan sebagai bagian dari manusia yang harus berdampingan dengan laki-laki, baik dalam kehidupan khusus (dalam rumah tangga dengan suami dan anak-anaknya atau dengan ayah dan saudara-saudaranya) ataupun kehidupan umum (di tengah masyarakat) dengan peran dan tanggung jawab masing-masing.
Upaya pemberdayaan perempuan menurut Islam tidak boleh lepas dari pemberdayaan anggota masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini sudut pandang yang dipakai haruslah sama yaitu yang bersifat universal dan khas (sudut pandang Islam). Upaya pemberdayaan perempuan haruslah menuju kepada perjuangan meraih khairu ummah (umat terbaik). Lalu langkah apa yang harus ditempuh oleh kaum Muslimin bagi pemberdayaan perempuan?
Pertama,wujudkan kesadaran pada setiap muslimah bahwa dirinya adalah bagian dari umat, mereka harus memandang dunia secara universal-bukan parsial-berdasarkan sudut pandang tertentu. Sudut pandang yang mampu memandang segala sesuatu dengan jernih dan pemikiran yang mendalam, serta memberikan solusi yang cemerlang yaitu Aqidah Islam. Dengan begitu, mereka dapat menentang segala bentuk pemikiran yang bertentangan dengan sudut pandang Islam.
Kedua, Memandang pemikiran-pemikiran Islam sebagai acuan untuk membahas atau menyikapi fakta, sehingga setiap muslimah dapat memberikan keputusan terhadap fakta yang dia indra dan dalam menelaah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakatnya dengan tepat dan benar.
Ketiga,Proses pemberdayaan perempuan tidak diarahkan untuk mencapai kesetaraan derajat dan posisi antara laki-laki dan perempuan, seperti yang telah digaungkan oleh para pengemban ide feminis yang notabene banyak hal yang dapat kita kritisi dari ide-ide ini diantaranya:
1. Pemikiran bahwa yang menjadi akar dari persoalan perempuan adalah ketidakadilan Jender yang melembaga secara universal dalam struktur masyarakat yang patriarkhis sesungguhnya terbantah oleh kenyataan bahwa berbagai fakta (persoalan-persoalan) perempuan seperti diskriminasi, kemiskinan, kekerasan, kebodohan, malnutrisi, dan lain-lain, ternyata dialami juga oleh laki-laki. Artinya ini adalah persoalan masyarakat secara keseluruhan secagai akibat dari penerapan sistem kapitalis yang lemah dan rusak; sistem politiknya bobrok, sistem ekonominya eksploitatif dan diskriminatif, sistem sosialnya rapuh,dsb. Jadi bias ketidakadilan jender merupakan salahsatu persoalan kehidupan manusia akibat penerapan aturan kapitalis bukan aturan Islam. Sistem Islam bersumber dari Zat yang Mahatahu dan Mahaadil, sehingga mampu menempatkan manusia pada kedudukan yang sebenarnya dengan sempurna.
2. Ide kesetaraan jender yang diusung feminisme merupakan gagasan yang absurd, ambivalen, dan utopis. Mengapa? karena secara hakiki Islam telah menempatkan laki-laki dan perempuan setara derajatnya, dimana ketinggian derajat salahsatu atau keduanya ditunjukkan oleh ketakwaannya kepada Alloh. Setiap jenis manusia memiliki kekhasan tersendiri tetapi sama-sama bertanggung jawab dalam menentukan maju mundurnya sebuah masyarakat. Telah tercatat dalam sejarah tentang aktivitas kaum Muslimah yang layak kita jadikan teladan seperti:
· Sumayyah istri Yasir, syahidah pertama dalam mempertahankan aqidahnya.
· Istri-istri Rasulullah saw, sepenuh hati senantiasa mendukung perjuangan Rasulullah saw dalam menegakkan Kalimatulloh
· Asma binti Abu Bakar, mengantar makanan dan menyampaikan berita-berita penting tentang rencana-rencana kafir
· Khaulah binti Tsa’labah, menggugat suaminya yang zhihar dan memprotes tentang mahar pada masa Umar bin Khatab
Asma’ binti Yazid, singa podium dari kalangan perempuan mu’min,
· dan masih banyak lagi kaum Muslimah handal di masa perjuangan Islam.
Fragmen keteladanan kaum perempuan di masa Rasulullah saw dan para sahabat ra, telah memberikan kesempatan yang sama luasnya kepada laki-laki dan perempuan untuk melakukan aktivitasnya yang akan membawa mereka pada derajat kemuliaan di sisi Allah Swt. Walaupun demikian Islam telah mengingatkan bahwa bagaimanapun juga laki-laki dan perempuan tidaklah sama, yang menyamakan adalah derajat ketakwaannya sesuai dengan posisinya sebagai pria dan sebagai wanita dalam pandangan Allah. Oleh karena itu, Islam telah memberikan tuntunan yang lengkap tentang pandangan terhadap laki-laki dan perempuan, peran dan tanggung jawabnya masing-masing, serta aktivitas-aktivitas yang dibebankan kepa keduanya dalam kancah kehidupan.
Wallohu a’lam bisshawab…..